Rabu, 11 Mei 2016

My Road Trip, My Adventure : Road Trip Dieng with OTW Tour

Long weekend bulan Mei banyak dimanfaatkan orang-orang terutama untuk pulang kampung. Walau hanya 4 hari, namun sangat berharga melepas lelah dan berhenti sejenak dari rutinitas sehari-hari yang terkadang membuat kepala pening dan otak lelah seperti bubur kertas.

Tak terkecuali saya yang sejak awal sudah ingin merencanakan OUT from Jakarta saat long weekend. Pada awalnya pilihan pertama jatuh pada Bromo Sunrise, namun dikarenakan waktunya yang cukup panjang yakni dari tanggal 5 hingga 8 Mei membuat saya mengurungkan niat. Liburan tapi kalau harus merasakan capek setelahnya dan tak bersemangat kerja lantaran masih belum move on untuk apa.

Pilihan kedua pulang kampung namun itu juga saya tampik, karena bagi saya pulang kampung hanya 4 hari tetap terasa capek, dan tak puas bersua dengan keluarga. Saya justru berencana liburan panjang saat lebaran walau sampai detik ini tiket belum digenggam.

Pilihan ketiga, ini pun saya ambil di detik terakhir alias sebelum tanggal gajian saya di bulan April. Saya melihat infonya di facebook, Dieng Road Trip 5 s/d 7 Mei. Hmm, saya pikir bolehlah. Tidak terlalu capek, esok masih bisa istirahat. Langsung saya kontak sahabat saya untuk ikut daftar. Walau pada awalnya nama saya belum terdaftar di panitia, dan harus membuka kuota lantaran saya daftar. Saya dan sahabat tetap berangkat. And the story Road Trip was begin….

First day : 5 Mei 2016
Seminggu sebelumnya, saya pikir berangkat jam 20:00 WIB. Jadi saya bisa istirahat dan jalan-jalan dulu menghabiskan waktu sampai menjelang sore. But, pihak panitia terutama tour leader dari pihak OTW tour bilang berangkat jam 15:00 WIB. Mepo di Sevel Kampung Melayu jam 14:00 WIB, saya dan sahabat on time bahkan sebelum jam 14:00 WIB sudah datang di Mepo. Masih bisa istirahat, dan beli nasi bungkus untuk makan di jalan. Ini pertama kalinya bagi saya dan sahabat road trip dengan mobil elf bukan bus pariwisata ataupun kereta. Jadi, sedikit tegang bercampur excited membayangkan akan seperti apa petualangan road trip kami. Jam karet rupanya sudah jadi budaya orang Indonesia, dan itu berlaku di first experience saya dan sahabat ikut road trip. Panitia datang sebelum jam keberangkatan bukan jam kumpul untuk registrasi ulang. Well, walaupun pada akhirnya berangkatnya mundur jadi 16:30, saya dan sahabat berusaha menikmati perjalanan. Dan, story kami berdua dimulai di hari pertama alias saat masih dalam perjalanan. Di tol sebelum Cikampek, entah di KM berapa ban mobil elf pecah. Untunglah pak sopir tidak ngebut menjalankan mobilnya dan kondisi jalanan macet. Belum habis penderitaan mobil elf kami, ban mobil sebelah kiri gembos. Sebelum peristiwa ini, saya sempat mengucapkan doa, hal yang jarang saya lakukan jika pergi travelling. Walau diganti dengan ban cadangan, teman-teman di bus menyarankan pak sopir untuk menambal ban dan memperbaiki ban utama untuk berjaga-jaga selama perjalanan panjang kami. Kami satu bus awalnya tak saling kenal, bahkan ketika bus berhenti di Pekalongan saat matahari terbit dan hawa sejuk. Kami hanya sempat foto-foto pemandangan dan menghirup udara pedesaan. Sekedar info, kami tak lewat Wonosobo karena macet, jadi rute beralih ke Pekalongan yang langsung bisa tembus ke desa Banjarnegara dan tentunya ke Dieng.



Second Day : 6 Mei 2016
Tepat pukul 8 pagi keesokan harinya, bus sampai di Dieng, namun kami nyasar hingga pertigaan PLN arah kampung sikunir. Alamak, jadwal sikunir itu hari terakhir. Kami panik dan berusaha menghubungi panitia untuk menjemput kami yang nyasar. Areal homestay tak ada panah petunjuk, bahkan pak sopir tak dibekali peta dan jadwal. Yeay, pada akhirnya kami sampai di homestay walau terlambat dan dalam keadaan kuyu. Setelah nyasar dan terlambat, kami baru mendapatkan jadwal baru and then tak semua tempat wisata yang dijanjikan di awal bisa kami datangi. Tempat awal yang didatangi adalah :

Kawah sikidang
Kawah sikidang ini letaknya tak jauh dari tempat homestay. Ternyata ada legenda terbentuknya kawah sdikidang. Singkatnya, dulu ada putri cantik bernama Sinta Dewi yang terkenal akan kecantikannya. Namun tak ada sati pemuda pun yang dapat meminangnya lantaran sang putri yang terlalu pemilih, dan menilai seseorang hanya dari hartanya saja. Suatu hari ada pangerang Kidaang yang ingin meminangnya, dan pangeran ini kekayaannya sanggup membuat sang putri menjatuhkan pilihan, dan berpikir wajah pangeran pastilah tampan. Tak dinyana, wajah pangeran tersebut maaf buruk rupa. Badan manusia namun berwajah kidang. Sang putri yang enggan menikah mengajukan syarat berat yaitu membuat sumur yang besar dan dalam dengan alasan warga susah air. Pangeran menyanggupinya dan ternyata sakti sehingga sumur bisa diselesaikan dengan cepat. Putri yang mengetahui hal ini lantas menyuruh pasukan dan dayang menimbun pangeran dengan tanah bekas galian agar pangeran tewas. Sang pangeran yang sakit hati mengutuk keturunan putri berambut gimbal. Dan sumur yang hampir selesai digali itupun meledak, dan lama-lama menjadi kawah yang diberi nama Kawah Sikidang. Kawah Sikidang adalah objek wisata wajib dikunjungi jika kamu berencana ke Dieng. Namun harap diingat harus menggunakan masker lantaran bau belerang yang sangat menusuk, dan beracun. Saya sendiri tak sampai ke tempat yang tinggi di mana terdapat pusat kawah karena tak tahan bau. Di kawah ini saya menemukan burung hantu yang pemalu. Saat disentuh, kepalanya menunduk dan tak mau difoto. Ada pula tempat bernama Gardu Pandang yang cukup lumyan untuk tempat bersantai walau tak ada kursi dan lantainya kotor. Namun masih dapat melihat pemandangan kawah dari atas. Jika lapar, silakan mampir ke warung indomie yang juga menjual tempe kemul khas Wonosobo. Saat datang ke Kawah Sikidang suasananya hujan rintik-rintik, untung tak hujan deras. Di kawasan wisata ini kamu pun bisa membeli oleh-oleh yaitu opak kucai pedas dan biasa yang masih mentah dan harus digoreng lagi, manisan carica dan olahan manisan carica berupa keripik carica. Ada juga yang menjual kacang dieng, kentang bulat berwarna merah khas Dieng. Di Dieng terkenal dengan jajanan berupa kentang goreng bulat kecil seukuran telur puyuh, minuman purwaceng, dan tempe kemul.






Batu Ratapan Angin / Batu pandang
Adalah dua batu besar yang bersebelahan. Mengapa dinamakan batu ratapan angin? Konon dulu ada seorang istri cantik yang mengkhianati suaminya yang tampan. Dan perselingkuhan tersebut diketahui oleh suaminya di dekat telaga warna. Sang suami dan selingkuhan istrinya bergulat sampai akhirnya sang suami mengutuk istrinya dan selingkuhan jadi batu. Sang istri menjadi batu dengan posisi terduduk, dan selingkuhannya batu yang berdiri tegak. Jika diterpa angin, sering terdengar seperti suara rintihan yang melambangkan penyesalan keduanya.  Untuk menuju batu ratapan angin yang terletak di atas telaga warna ini perlu menaiki tangga walau tidak terjal. Namun pemandangan yang terlihat cukup membuat mata saya sejuk dan relax. Di batu ratapan angin kita dapat melihat pemandangan telaga warna dari ketinggian 2162 mdpl.






Telaga warna
Menjelang sore, kami beranjak ke telaga warna yang hanya berjarak 20 meter. Saat masuk, antrian sudah mengular dan kondisi kami sudaah kuyu karena belum makan siang. Namun setelah melihat indahnya telaga warna yang konon terbentuk karena tingginya kandungan sulfur di dasar telaga. Menurut mitos yang beredar konon ada cincin bangsawan yang terjatuh ke dasar telaga, dan menyebabkan telaga tersebut memiliki warna hijau, putih, dan keabu-abuan. Kebetulan saat saya ke sana, warnanya hijau. Selain menikmati indahnya pemandangan air telaga, kamu juga dapat memacu adrenalin dengan mencoba flying fox. Saya sendiri ogah karena takut tali putus di tengah perjalanan. FYI, kedalaman telaga saat masuk ke tengah mencapai 16-25 meter. Walau tak bermain flying fox, saya masih dapat berfoto dengan beruang yang tampak asyik bermain di dahan pohon, sangat lucu. Bukan beruang asli, namun cukup membuat saya tertawa dan terhibur meski perut keroncongan. Well, dalam hal waktu panitia kurang dapat dipercaya. Bayangkan saya, pukul 16:30 kami baru makan siang. Setelah duduk di pendopo sekian lama, kami dibagikan makanan kotak. Menunya memang sederhana namun cukup mengenyangkan. Lauk telur dadar, sayur mirip daun papaya dan sambal goreng ati.





Seharusnya di hari kedua ini jadwal kami trecking ke padang savanna, namun karena kondisi cuaca yang buruk terpaksa batal. Sedih karena tak dapat berburu sunset di padang savanna, padahal saya menunggu momen sunset sejak di homestay. Sudah tak ke lokasi Dieng Plateu Theatre dan Goa Pengantin, padang savanna pun gagal. Malamnya kami makan malam dan pesta jagung bakar plus minum purwaceng. Minuman khas Dieng dengan 2 pilihan rasa , susu dan kopi. Saya sendiri memilih kopi, sekalipun sahabat sudah memperingatkan jangan minum kopi lantaran takut saya melek begadang sampai pagi.


Third Day : 07 Mei 2016
Golden Sunrise Bukit Sikunir
Setelah istirahat +/- 3 jam, kami bangun dan bersiap menuju bukit sikunir. Hoahem, dingin yang menggigit membuat saya enggan bangun, dan ingin merapatkan kembali selimut. Namun keinginan kuat menaiki bukit dan menikmati golden sunrise membuat rasa malas menguap. Sahabat saya masih sempat-sempatnya cuci muka, dan sedikit mengoleskan bedak karena tak ingin terlihat berantakan. Beda dengan saya yang cenderung cuek tak peduli jika wajah kumal, kucel nantinya saat difoto. Bagi saya, fisik menaiki bukit lebih penting. Untuk mencapai bukit, kami harus antre dan terjadi kemacetan sepanjang jalur pendakian. Bayangkan saya  ratusan orang menaiki bukit, wajar jika jalur pendakian macet layaknya kemacetan di Jakarta. Namun, saya beruntung karena itu membuat paha saya tak lelah dan kram. Sekalipun harus banyak dibantu oleh tour guide saat naik dan turun bukit, saya tak kecewa karena puas bisa menikmati golden sunrise kampung sikunir.







Candi Arjuna
Setelah menikmati bukit sikunir, kami melanjutkan perjalanan ke Candi Arjuna. Huaaah, untunglah saya sempat menyantap pop mie, beberapa tusuk sate kentang goreng, dan segelas energen coklat. Sebelum memasuki kawasan Candi Arjuna, saya melewati Darmasala yakni tempat bagi para Brahmana mengabdikan diri dan juga tempat menyambut tamu. Selain itu saya juga menyempatkan diri berfoto dengan pohon bunga terompet yang dekat dengan Darmasala. Ada empat candi utama san satu candi pendamping. Keempat candi utama itu adalah Arjuna, Srikandi, Puntadewa, dan Sembadra. Sayangnya ada satu candi yang sedang dipugar yakni candi Puntadewa untuk persiapan Dieng Culture Festival. Di dalam candi arjuna ini terdapat yoni yang menampung air suci dan ajaibnya tak pernah surut, serta masih diyakini kesakralannya. Bila air penuh, otomatis akan mengalir ke lingga dan keluar candi. Candi di Dieng diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-7 hingga awal abad 8 tepatnya di masa dinasti Sanjaya. Di kawasan wisata Candi Arjuna ini terdapat sekelompok tokoh kartun seperti teletubies, hello kitty, dan mickey mouse. Saya sendiri sempat berfoto dengan sekelompok teletubies.












Makan Mie Ongklok di Museum Kaliyasa
Hari terakhir kami tak sarapan pagi, langsung makan siang. Sepulang dari candi arjuna, kami pulang ke homestay untuk mandi, dan bersiap-siap sebelum menyantap Mie Ongklok makanan khas Dieng. Sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang yang panjang kembali ke Jakarta. Mie ongklok yang saya santap ini unik berkuah kental karena menggunakan tepung kanji. Mienya lengket, diberi sayuran kol, serta taburan bawang goreng, dan daun bawang plus 4 tusuk sate sapi. Kenapa dinamakan mie ongklok? Karena pada saat merebus, mie dan kol nya dikocok atau diongklok putar balik menggunakan saringan dari bamboo. Rasanya sedap, gurih, dan kuah kentalnnya terasa sekali. Sayangnya tak ada sajian tempe kemul bahkan kami tak diajak makan di resto khas Ongklok. Namun kami makan dengan pemandangan museum Kaliyasa Dieng.





Overall, saya sedikit kecewa karena jumlah peserta yang membludak membuat tour guide tak mampu menjadi guide untuk memberikan penjelasan pada setiap tempat kawasan wisata. Ujung-ujungnya hanya berfoto ria. Well, tak ada yang salah dengan foto, namun alangkah lebih baik seorang tour guide bukan hanya mengantarkan ke tempat wisata, dan memenuhi jadwal saja. Tapi dapat menjadi guide bagi turis local yang juga ingin tahu sejarah serta cerita di balik terjadinya kawasan wisata tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar