Selasa, 14 September 2021

Berburu Film di Taman Ismail Marzuki

Sesuai tema di atas, di hari Minggu sehabis ibadah gue ngebut dengan GoJek menonton dua film sekaligus. Yang pertama dan ini sudah gue inginkan sejak masuk nominasi FFI 2017 November lalu. Film kedua gue nekat nonton gara-gara judulnya yang provokatif tentang pembunuhan ala Koboi di tanah Sumba. For the second time I watched movies in theatre twice. Simak ulasan gue tentang dua film ini gaes.
HobikuDuniaku, Jakarta - Dua film Indonesia tak pernah terlintas sedikit pun dalam benak gue dilibas dalam satu hari. Keduanya dengan tema sama, thriller. Yang berbeda hanya latar dan tokoh utamanya. Jika yang satu latarnya sepanjang film di bus, nah yang satu di gurun Sumba dengan pemandangan menakjubkan. Sikat yuk ulasan gue langsung

Night Bus - Nge-Bis Malam Bareng Aktor Terbaik FFI 2017



Bisa dibilang gue fans fanatik kali yah sama aktor terbaik FFI 2017 ini. Yup, om Rifnu Wikana atau lengkapnya Teuku Rifnu Wikana. Awal tenarnya dimulai dari tetralogi film Merdeka bareng aktor beken, Darius Sinathrya, Lukman Sardi, dan Donny Alamsyah. Film ini berkisah tentang sekumpulan orang yang ingi menuju Sampar dengan naik bus Babad di tengah konflik antara aparat dan organisasi Samerka. Sesuai dengan tagline film Night Bus ini, Mereka Hanya Ingin Pulang, Mereka Hanya Ingin Selamat dan Conflict Doesn’t Chooese, It’s Victim.

Setiap konflik kepentingan tidak akan menghasilkan apa-apa, justru berjatuhan banyak korban. Akting setiap pemain mencermin karakter dari tokoh yang mereka perankan. Seperti supir bis yang diperankan oleh Yayu Unru, kerap dipanggil Amang. Karakternya yang tegas, namun baik hati ini sangat berdedikasi dengan pekerjaannya.

Keselamatan penumpang adalah prioritas utamanya, termasuk keselamatan Bagudung, kernet bis yang diperankan om Rifnu. Bagudung diangkat Amang dari selokan saat masih kecil. Setiap scene yang disugukan menegangkan dan banjir air mata. Gue seperti merasakan kepanikan setiap penumpang di dalam bis, merasakan jantung yang berhenti berdenyut saat pistol ditodongkan di kepala. Merasakan pelecehan yang dilakukan salah satu aparat pada pemeran wanita.

Sayangnya setiap adegan proses baku hantam pasti gelap. Sudah bioskop gelap ditambah adegan baku hantamnya gak terang. Siapa yang dihajar juga gak tahu deh, tapi mungkin itu untuk menambah efek tegang dan natural kali yah.

Well overall gue kasih nilai 8 untuk jalannya cerita karena ini diangkat dari kisah nyata om Rifnu. Skenario yang cukup kuat dari segi cerita, hanya sayang di bagian CGI terakhir kurang di touch up aja terlihat seperti komik. Akhir ceritanya cukup menarik dan bikin kepo. Kalau dibilang puas yah gue cukup puas.

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak - Koboi ala indonesia di Tanah Sumba



Gara-gara review sebuah situs viral kekinian Feedme.id tentang Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak, gue nekat nonton film ini sehabis puas nge-bis malam bareng om Rifnu. Yang dalam bayangan gue di tiap babak Marlina melakukan aksi bunuh. Tapi karena terkecoh dengan judul gue jadi gak terlalu fokus dengan inti ceritanya. Kisah perempuan di tanah Sumba ini memperjuangkan feminisme di tengah budaya patriarki yang begitu kuat.

Adegan dibuka dengan kedatangan salah satu laki-laki pemimpin rampok mengunjungi rumah Marlina yang telah menjanda. Marlina yang miskin sampai tak mampu menguburkan suaminya terpaksa menjadikan suaminya seperti mumi di sudut rumahnya.

Tak hanya merampok hewan, minta makan, perampok itu pun hendak merenggut kehormatannya sebagai perempuan. Yang gue bingung saat Marlina membunuh para begal itu pakai ramuan apa yah. Mungkin kalau pembaca tahu bisa kasih komen yah di artikel ini. Adegan eneg tapi erotis hahaha sebaiknya jangan ditonton untuk kamu yang masih usia sekolah. Khusus gue doang bisa nonton. Tuh lelaki pemimpin rampok memang bejat, udah minta makan diperkosanya pula Marlina.

Yang bikin serem dari film ini tuh adalah pertama adegan saat ditanya “Kau mau makan apa?” Terdengar misterius tapi aneh yah. Normalnya kalau orang didatangi perampok mah tereak kek atau lari ini mah nanya mau makan apa.

Harus kaish berapa yah untuk film Marlina? Delapan cukup kali yah gaes, dari sisi skenario sih cukup bikin gue kepo setengah mati. Terus lagu daerah yang dinyanyikan lumayan bikin bulu kuduk merinding. Nyanyian saat penjagalan si supir truk, hiiiy seram banget. Tokoh wanita Marlina naik kuda ke kantor polisi bawa potongan kepala pemerkosa dirinya dengan tampang datar. Emosi yang dipancarkan Marlina begitu dalam sampai sudah tak ada lagi rasa takut saat membunuh.

Budaya patriarki, kemiskinan, dan ketidakpedulian polisi terhadap nasib Marlina membuat film ini mendapatkan perhatian juri pada Festival Film Cannes, Paris. Bahkan sang tokoh utama Marsha Timothy menjadi aktris terbaik pada ajang Festival Film Spanyol. Wow, luar biasa banget berkat film ala Koboi di tanah Sumba.

Makan Mie Cabe Level Markotop

Di sela nonton dua film ini, gue kelaperan dan mutusin makan indomie di kantin luar bioskop. Duit di kantong tinggal 15 ribu terpaksa cuma bisa beli indomie telor dengan level pedas maksimal. Untung gak ada adegan perut gue mules sepanjang nonton film Marlina.

Kebahagiaan Berujung Kecerobohon



A post shared by Chrystina Yohana Limas (@chrysthana) on

Sehabis nonton film Night Bus gue nge-vlog untuk kepentingan endorse sekaligus apresiasi terhadap cast and crew film lah. Ternyata postingan review film gue di instagram di respon baik oleh sang aktor terbaik FFI 2017, om Rifnu Wikana. Cihuuuy, kayak mimpi yah instagram gue di komen aktor terkenal dan peraih piala Citra lho. Malangnya saat gue sedang membalas komentar dan memposting untuk kepentingan endorse smartphone gue blep alias koit mendadak. Pesanan driver GoJek terancam batal. Bayangkeun jauhnya dan paniknya gue yang pengen pulang dari TIM ke daerah selatan. Untung sang driver tak membatalkan, gue sabar banget nunggu nge-charge di sudut dalam bioskop dekat pot. Tuh bapak driver rela masuk ke dalam, bayar karcis dari uang sendiri yang lupa gue ganti pas kasih rate di aplikasi. *maap pak e*

Singkatnya kegiatan gila gue hari itu berbuah kebahagiaan, kepanikan, dan terancam tongpes di tengah bulan. Tapi gue cukup puas karena sekalinya nonton film Indonesia keduanya berkualitas semua. Satu menang piala FFI 2017 sebagai film terbaik, satunya lagi menang di lima festival film. Aktris wanitanya juga juara pula di Festival Film Spanyol, keren kan gaes? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar